ORANG yang bijak adalah mereka yang mengerti tujuan hidupnya. Diantaranya, dia sadar bahwa kewajibannya adalah untuk ‘beribadah’ kepada Allah (QS. Al-Dzāriyāt [51]: 56).
Karena Allah adalah pemilik dan penguasanya (mālik). Bahkan hari akhirat pun menjadi milik-Nya (Qs. 1: 3). Maka, ibadahnya merupakan bentuk kesadaran bahwa dia hanya seorang ‘abd (hamba). Dan, rajanya adalah Allah. Dan ibadah yang diproyeksikan untuk negeri akhirat merupakan pengingat siapa saja bahwa ada kehidupan setelah kematian. Ada akhirat setelah dunia. Kata Allah, “Akhirat itu lebih baik bagimu daripada dunia ini.” (Qs. Al-Dhuhā [93]: 4).
Dan jika kehidupan akhirat itu lebih baik (khair) daripada dunia ini tidak berarti bahwa dunia ini tidak penting. Dunia tetap penting. Hanya saja, dunia adalah “jembatan” menuju akhirat.
Ia bukan tempat abadi bagi manusia, karena manusia pasti meninggalkannya. Ketika sampai ajalnya, dia akan kembali jua ke kampung hakiki, kampung akhirat (tempat tinggal terakhir). Itu sebabnya dunia dan akhirat tidak boleh dipisahkan. Karena Islam tak mengenal dikotomi: menceraikan kehidupan dunia dari akhirat. “Carilah olehmu sekalian kenikmatan negeri akhirat, tapi jangan lupakan bagianmu di dunia ini.” (QS. Al-Qaṣaṣ [28]: 77).
Maka, dunia ini harus dimenej dengan baik, agar hidup di permukaannya tak sia-sia.
Imam Ibn Qudāmah memberi nasihat penting mengeni dunia ini. Beliau menulis dengan sangat indah;
“Ketahuilah! Semoga Allah merahmatimu. Dunia ini adalah “ladang” akhirat, tempat keuntungan berniaga, tempat mengumpulkan bekal, dan menumpuk barang-barang yang menguntungkan. Orang yang lebih dahulu mendapatkannya dialah yang menang. Di dalamnya orang-orang yang bertakwa sukses, orang-orang jujur menuai kejayaan, orang-orang yang beramal memanen hasil, sementara orang yang berleha-leha mereguk gelas kerugian yang tiada tara.
Dunia ini adalah angan-angan tempat kembali penghuni surga dan penghuni neraka.
Tentang penghuni neraka Allah berfirman: “Dan mereka (penghuni neraka) berteriak-teriak di dalam neraka sembari berkata, ‘Hai Tuhan kami, keluarkan kami dari neraka ini agar kami beramal selain amal-amal (kejelekan) yang sudah kami kerjakan.” (QS. Fāṭir [35]: 37).
Allah juga berfirman mengenai mereka: ‘Dan jika engkau menyaksikan ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, ‘Kiranya kami dikembalikan ke dunia dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman…” (QS. Al-An’ām [6]: 27). (Imam Ibn Qudāmah, Waṣiyat al-‘Ālim al-Jalīl Muwaffaq al-Dīn Ibn Qudāmah al-Maqdisī, taḥqīq: Muḥammad Khair Ramadhān Yūsuf (Beirut-Lebanon: Dār Ibn Ḥazm, 1418 H/1997 M: 9).
Die Menschen sind weise diejenigen, die den Sinn des Lebens zu verstehen. Unter ihnen erkannte er, dass seine Pflicht zu 'Anbetung' Allah (QS Al-Dzāriyāt [51]. 56).
Da Gott ist der Eigentümer und Herrscher (Malik). Auch wird im Folgenden seines (Qs. 1: 3). Also, Anbetung ist eine Form von Bewusstsein, dass er nur eine ‚abd (Slave). Und der König Gott. Und Anbetung im Jenseits projiziert ist eine Erinnerung an alle, dass es ein Leben nach dem Tod. Es gibt ein Jenseits nach Welt. Gott sagte: "Jenseits ist besser für dich, als diese Welt." (Qs Al-Duhá [93]: 4.).
Und wenn das Leben nach dem Tod besser ist (khair) als die Welt bedeutet nicht, dass die Welt nicht wichtig ist. Die Welt bleibt wichtig. Allerdings ist die Welt eine „Brücke“ ins Jenseits.
Er ist nicht ewig Platz für die Menschen, weil die Menschen sie verlassen haben muss. Wenn es um sein Ende kam, würde er in das Dorf zurückkehrt dennoch wesentlich, im folgenden (letzten Platz). Deshalb ist die Welt und das Jenseits nicht getrennt werden sollten. Da der Islam erkennt nicht die Dichotomie: Scheidung Leben der Welt des Jenseits. "Suchet alle Freude im Jenseits, aber vergessen Sie nicht, Ihren Anteil in dieser Welt." (QS Al-Qasas [28]. 77).
Somit muss diese Welt dimenej gut, so dass auf der Oberfläche leben war nicht umsonst.
Imam Ibn Qudaamah gab wichtige Hinweise mengeni diese Welt. Er schrieb so schön;
„Wissen! Möge Gott Gnade haben. Diese Welt ist die „Felder“ bezeichnet, die Handelsgewinne, ein Ort, um Vorräte zu sammeln, und sammeln Waren günstig. Die Person, die ihn zum ersten Mal bekam, hat gewonnen. Darin diejenigen, die ein erfolgreich, ehrlich Leute fürchten ernten den Ruhm, die Menschen, die Arbeit, die Ergebnisse zu ernten, während derjenigediejenigedasjenige, die ein Glas lazed unvergleichlichen Verlust tranken.
Diese Welt ist eine Täuschung Ort, um die Scharen des Himmels und die Bewohner der Hölle zurück.
Über die Bewohner des Feuers Allah sagt: „Und sie (Insassen der Hölle) in der Hölle schreien, während sagen:‚O unser Herr, uns aus dieser Hölle entfernen, so dass wir zusätzlich zu den Taten Gutes tun (böse), die wir gemacht haben.“(QS . Fatir [35]: 37).
Allah sagte über sie: „Und wenn Sie sehen, wenn sie in die Hölle ausgesetzt sind, dann sagte sie:‚Es scheint, dass wir in die Welt zurückgekehrt und Lügen strafen nicht die Verse unseres Herrn, aber auch Menschen sein, die glauben ...“(QS Al-. An'am [6]: 27). (Ibn Qudaamah, Waṣiyat al-'alim Muwaffaq al-Jalil AlLärm Ibn Qudaamah al-Maqdisi, tahqiq: Ramadan Khair Mohammed Yusuf (Beirut-Lebanon: dar Ibn Hazm 1418 H / 1997 AD: 9).